Kesabaran yang tiada berarti lagi
Menulis ini
ketika benar-benar sedang tersedu sedan. Air mata yang terus turun membanjiri
pipi sedari sore hingga kini. Satu-satu ku sampaikan perasaan yang jujur walau
melukai.
Untuk ibu
manager yang paling sayang dan sabar. Entah bentuk tulisan apa yang harus ku
berikan untukmu. Seiring berjalannya waktu, aku terus memahami apa-apa yang
terjadi, begitu pula dengan ibu manager bukan?
Ibu Manager,
ini bukan kali pertama aku bekerja sama dengan orang-orang baru di sekitarku. Ini
juga bukan kali pertama aku bertemu dengan orang-orang baru di sekitarku. Ini
pun bukan kali pertama aku bekerja sama dengan orang-orang terampil dan
cekatan. Semua ini bukan tentang kali pertama, melainkan tentang kesabaran.
Ibu Manager,
tanpa perlu memberitahu apa-apa saja tentang kepribadianku, aku paham dengan
sendirinya. Paham bahwa aku pengkritik yang kasar, pemarah, enggak suka dengan
hal-hal yang kurang bersih, terlalu menginginkan sempurna, dan egois. Mungkin preddikat
terbaru untukku adalah kurang sabar dan ambek. Aku sungguh tidak peduli. Meskipun
sebenarnya peduli juga sih. Tapi, setiap apa-apa yang kita lakukan pasti ada
alasan bukan? Dan untuk tulisan ini, bukan untuk membahas tentang aku. Melainkan
kita dan sekitar kita.
Ibu Manager,
entah apa yang ku sampaikan ini membuat hatimu sakit atau tidak, aku minta maaf
sebelumnya. Aku punya kesabaran yang amat teramat besar. Sikap ibu manager
seperti tadi juga bukan kali pertama yang dilakukan. Namun, yang ingin ku
pertanyakan, apakah ibu manager selalu
berlaku demikian? Tidak menyelesaikan pembicaraan dan sibuk menanggapi candaan
partnerku? Haruskah begitu? Aku tahu kalau bu manager dipanggil dengan
klien kami saat itu, tapi bukan itu poin masalahnya. Poin masalahnya adalah
yang ku bold tersebut. Itu bukan
kali pertama, ketika aku bertemu dengan ibu manager pertama kali, ibu manager
memberikanku pengarahan tentang apa-apa yang harus kulakukan untuk aku dan
partnerku itu, awalnya aku biasa saja. Hingga meeting-meeting kita berikutnya,
aku mulai menyadari bahwa ibu manager memang seperti itu dan aku tidak ambil
pusing. Namun, kemarin? Aku tahu ibu manager capek, akku juga capek, produser
lainnya capek, fotografer kesayangan ibu manager itu juga capek, partnerku juga
capek. Kita semua capek dan kita semua butuh istirahat dengan tenang untuk
mempersiapkan rutinitas yang butuh energi lebih besar berikutnya. Tapi apa iya
harus begitu ibu manager bersikap? Ibu manager, percayalah, sikap ibu manager
mengejar partnerku di lobby sangat tidak layak untuk dilihat, karena apa? Karena
kita berada di lingkungan orang-orang penting dan sekitar sedang melihat ke arah
kita yang bergerombolan ini.
Ibu manager,
kamu selalu mengeluh tentang sikap partnerku dan fotografer/videographer kesayanganmu
padaku. Aku enggak apa-apa. Aku mendengarkan dengan bijak dan seksama, memberi
saran yang mungkin ibu manager butuhkan. Aku tahu, tidak ada lagi wanita dalam
tim kita, aku tahu rasanya bagaimana mengurus kedua orang tersebut. Sangat tahu.
Aku mengerti.
Ibu manager, segeralah sadar. Sadar bahwa
dimanfaatkan dan dimintai tolong itu sangat beda tipis. Pertanyaanku, sampai
kapan ibu manager bersikap “terlalu baik” untuk partnerku yang sudah jelas ia
tidak memperlakukan hal yang setimpal untukmu (jika kamu masih mengeluh hal yang serupa)? Kemudian pertanyaanku yang
kedua, sampai kapan tablet milikmu ada di genggaman videographer kesayanganmu? (aku bukan iri, hanya saja aku muak melihat orang yang memakai barang orang lain yang terasa seperti miliknya sendiri). Sampai
kapan dia berhenti memanfaatkanmu? Segeralah sadar. Ku mohon. Sebagai sesama wanita,
aku sakit ketika melihat hal-hal yang tidak wajar mereka lakukan untukmu.
Dear Ibu Managerku
sayang, aku berterima kasih atas pengalaman dan kenangan-kenangan yang telah
kamu buat dan berikan untukku. Sungguh itu sangat berarti dan berpengaruh
untukku. Jujur. Terima kasih telah berjuang untuk mendapatkan apa yang
seharusnya tim raih. Terima kasih. Maafkan aku yang mungkin masih labil atas
sikap-sikapku. Maaf pula untuk kemarahanku tadi sore, amarahku tak dapat ku bendung
lagi ketika klien kita bertanya yang terkesan mengenye padaku dan membuatku
rasanya ingin segera enyah dari sana, amarahku juga tidak terbendung ketika
partnerku tidak bisa melihat sikon dimana ibu manager sedang berbicara penting
atau bercanda. Maafkan aku.
Poin kedua ini
untuk videographer kesayangan ibu manager, tapi aku tujukan pada ibu manager ku
sayang.
Videograper
kesayangan tim, sampai kapan kamu akan bertanggung jawab atas segala hal-hal
yang telah kamu ambil? Sampai kapan kamu akan fokus mengerjakan satu hal yang sudah
pasti di depan mata baru mengerjakan hal-hal sepele lainnya? Sampai kapan? Sampai
kapan kamu akan mengatung terus pada ibu manager padahal keuanganmu lebih
banyak? Sampai kapan kamu berhenti memanfaatkan ibu manager? Sampai kapan? Dan kapan
aku melihat kamu membiayai segala kebutuhan pangan yang ibu manager inginkan? Kapan?
Kapan kamu menyelesaikan tugas-tugasmu sesuai deadline? Kapan pula kamu
menyelesaikan semua yang sudah kamu mulai? KAPAN? Tolong, berhenti memanfaatkan
ibu managerku. Malu lah pada jenis kelaminmu itu, jika apa-apa harus wanita
yang mengeluarkan segala kebutuhanmu.
Hal yang paling
tidak dapat ku maafkan adalah ketika hendak menyewa kamera. Enak sekali mulut
kotormu bicara demikian “biar kak v**a aja yang ambil, kan ktp-nya sama ka
v**a, nanti pulangnya gue yang nyetir.” MADAFAKA! Kalau enggak ada ibu manager
dan partnerku, sudah aku tampar mulutmu itu. Kebutuhan kamera itu kamu yang
butuh! Kamu yang menyarankan untuk meminjam apa-apa saja! Bisa-bisanya mulutmu
berkata demikian?! Heran.
Satu lagi,
berhenti bersikap seolah kamu capek dan memasang wajah letih didepan klien! Itu
enggak enak dilihat! Malu! Enggak professional! Apalagi sampai tertidur di
meja! Aku tahu, kalau kamu belum tidur, tapi tidak usah menampilkan wajah
seperti itu di depan klien.
Ibu manager, sekian
curahan hatiku yang tidak bisa ku bendung lagi. Maafkan aku. Maafkan aku karena
telah mengecewakanmu. Maafkan aku tidak menengok saat kamu panggil, maafkan aku
tidak mengangkat teleponmu, maafkan aku, karena aku sedang menyembunyikan air
mata. Maafkan aku yang telah bersikap demikian di hadapan klien, tidak akan aku
ulangi. Maafkan aku atas kata-kata yang menyakitimu untuk tulisan di atas. Maafkan
aku.
Semoga kita selalu diberikan kesabaran yang melimpah ruah dan rezeki yang melimpah ruah pula. sehat-sehatlah, jaga pola makanmu dan perbanyak minum air putih untuk kinerjamu yang sudah sangat maksimal.
Salam rindu
dari kesabaran yang perlu batas lebih banyak lagi.
19 Juni 2017
Aku.
0 komentar