Aku pernah

Aku pernah dalam keadaan ingin menyerah dalam hidup dan ingin meninggalkan dunia ini. Ya, tepat setelah kepulangan perjalanan road di Sumatera. Bagaimana tidak, apa yang saya ingin lakukan di sepanjang perjalanan sirna begitu saja. Perjalanan yg memakan waktu berhari-hari itu membuat saya ingin segera pulang dan berbaur kembali dengan ributnya ibukota.

Demi melepas rindu, ku usahakan untuk bertemu dengan teman-teman yang memang sudah lama saling merindu sebelum ku benar-benar meninggalkan dunia ini. Di tengah padatnya menyusun jadwal pertemuan baik dengan kerabat, sahabat, teman, dan beberapa calon gebetan. Ternyata menyisip satu nama yang tidak begitu asing untuk dimasukkan dalam jadwal pertemuan.

Kami pernah bertemu sebelumnya, pertemuan yang sewajarnya open trip layaknya tour guide dan peserta. Sebagai tour guide jelas saya sibuk mengurus peserta termasuk kamu. Pertemuan kami singkat mengingat waktu untuk trip di pulau pinggiran kota Lampung saat itu.

Kami tidak pernah menyangka akan ada pertemuan lagi setelahnya, meskipun saya tahu ada beberapa foto saya yang ia ambil menggunakan kameranya, ini bahkan bahan untuk kami bertemu kembali. Tapi toh untuk apa saya minta. Biarlah menjadi kenangan suatu open trip. Itu yang saya lakukan pada peserta lainnya juga. Ya, saya memberikan keleluasaan pada peserta utk memotret saya dengan berbagai pose.

Hari yang telah disepakati tiba. Kami bertemu kembali untuk kedua kalinya. Vespa matic kuning merapat ke depan rumah dengan sesosok pria menggunakan jaket jeans dan celana jeans serta sepatu vans merah. Saya menghampirinya seolah sudah sering bertemu. Dengan gaya berpakaian yg sama membuat kami saling membatin kok sama (mungkin). Tidak banyak obrolan yang kami lakukan sepanjang jalan. Hingga akhirnya tiba di lokasi kami saling membuka pintu demi pintu. Saking asyiknya, kami lupa bahwa hari semakin sore akhirnya dia memutuskan untuk mengajak ke destinasi lain. Pintu semakin terus terbuka layaknya lawan jenis yang sedang beradu kasih setelah sekian lama tak jumpa. Malam semakin larut obrolan semakin seru. Hingga berujung perjalanan pulang kami terasa lebih dekat.

Entah apa selanjutnya yg jelas saat itu kami menjadi lebih dekat. Tiada hari tanpa henti untuk berbalas pesan. Pertemuan selanjutnya dilanjutkan, pembahasan kami semakin intens, gerakan tangannya saat menyentuh pipi terasa lebih hangat, kesigapan untuk menutup aurat pada bagian perut juga terasa melindungi. Entah ku yang hiperbola atau memang demikian yang ia lakukan.

Hingga akhirnya, pertemuan ketiga yang kami lakukan dan tidak pernah terpikirkan olehku sama sekali. Menonton film pertama kalinya yang kemudian terjadi pendaratan yg lazim dilakukan. Setelahnya bertemu dengan teman-temanku yang mana ku melihat ia mampu beradaptasi. Ku senang :)

Kami akhirnya memutuskan untuk bersama keesokan siangnya. Tanpa perlu waktu lama, ia menyatakan keseriusannya untuk menikahiku, tanpa pikir panjang akupun mengiyakan ajakannya untuk bertemu dengan ibunya, demikian pula ia. Setelah itu? Perjalanan panjang dimulai hingga hari ini.

Ku merasa bertahan hingga detik ini karena masih bersamanya. Ia datang di saat yang tepat, tepat ketika dirasa aku ingin mengakhiri ini semua termasuk mengakhiri hidup dengan segala kesakitan yang ada.

Namun, tidak semulus apa yang ku perkirakan. Banyak sekali ujian hidup yang harus ku jalani saat bersamanya. Nasihat mamaku, omongan miring tentangnya, sikapnya, dan sifatnya. Semua itu membuatku kembali ingin menyudahi baik hubungan dan hidupku.

Aku pernah berada di batas kesabaran yang mungkin tidak semua orang bisa melakukan itu. Aku pernah berada di titik lemah dalam hidup namun harus bersabar dan menjadi guru untukmu. Aku pernahpun berada di titik ketidakpastian dalam hubungan kita namun aku masih tetap bersabar menunggu kepastianmu. Aku pernah. Jikalau kesabaran dapat dibeli, mungkin aku pembeli paling banyak. Jika kekuatan dapat dibeli, mungkin aku akan membeli supaya lebih kuat menghadapimu dengan segala bentuk kesabaran.

Aku memang belum seutuhnya sempurna dan bisa terus bersabar untuk mu. Namun, aku yakin kesabaranku ini akan membuahkan hasil untuk hubungan kita kelak. Aku memberikan kesabaran penuh untukmu sebagai pasangan. Aku menaruh hormat padamu sebagai imam, menaruh kepercayaan dan menaruh kunci hubungan kita padamu. Ku bertaruh penuh perasaanku padamu.

Tapi, satu persatu watak muncul. Baik itu perkara sederhana maupun berat. Bentakan demi bentakan keluar seiring berjalannya waktu, hentakan demi hentakan berjalan seiring waktu, janji-janji untuk tidak saling meninggalkanpun hilang tersapu waktu. Amarah demi amarah semakin berapi-api. Keegoisan semakin membabi buta.

Kita tak ubahnya seperti pasangan lainnya yang mempunyai masalah silih berganti. Aku tetap bersabar menanti perubahanmu. Aku tetap bersabar menanti keseriusanmu. Aku tetap bersabar dan aku pernah bersabar. Aku mohon tetaplah bersabar dan teruslah bersabar seperti apa yang aku lakukan padamu.

Jujur, aku pernah merasa ingin menyerah pada hubungan kita. Pernah ingin sekali menyudahi hubungan kita. Namun, ketidaksetujuan dan penolakanmu membuatku bertahan hingga saat ini. Bertahan hingga sejauh ini.

Kamu. Aku lemah. Aku lemah dengan hubungan ini. Aku ingin menyerah. Apapun permintaanku mengenai menyerah kamu tidak akan setuju. Tak apa, aku masih mempunyai persediaan kesabaran yang melimpah. Aku mengerti perasaan kasihmu melebihi apapun di dunia ini. Aku mengerti, sayang. Biarkan aku yang mengalah demi perasaanmu. Biarkan aku yg lebih bersabar untuk menghadapimu. Biarkan aku yang memperjuangkanmu meski sering kata pisah ku ucap.

Aku yang terus bersabar untukmu.
26 April

Share:

0 komentar